Utang Pemerintah Tembus Rp 9.000 Triliun per April 2025, Ini Kata Ekonom soal Risiko dan Dampaknya

Utang Negara/ilustrasi--
“Kalau utangnya besar tapi tidak punya multiplier effect terhadap ekonomi, itu yang harus jadi peringatan dini (early warning) buat pemerintah,” katanya.
Waspadai Beban Pembayaran Jatuh Tempo dan Suku Bunga Global
Salah satu hal yang ditekankan Rizal adalah kewaspadaan terhadap utang jatuh tempo dan risiko eksternal. Pada Juni 2025 saja, pemerintah harus membayar utang jatuh tempo sebesar Rp 179 triliun.
“Ini angka besar. Jangan sampai kita menumpuk utang jangka pendek saat penerimaan negara masih belum optimal. Suku bunga global, nilai tukar rupiah, dan arus modal asing harus benar-benar dikendalikan,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan bahwa meski situasi geopolitik dan perang dagang global mulai mereda, bukan berarti kondisi fiskal Indonesia otomatis aman. Keseimbangan antara penarikan utang dan kemampuan bayar negara harus terus dijaga.
Beban Utang Setiap Penduduk Mencapai Rp 32 Juta
Untuk menggambarkan seberapa besar beban utang ini, Rizal menghitung secara kasar: jika total utang Rp 9.105,09 triliun dibagi dengan jumlah penduduk Indonesia yang diperkirakan mencapai 284 juta jiwa, maka secara teoritis setiap orang menanggung utang sebesar Rp 32,1 juta.
“Tentu saja masyarakat tidak serta merta diminta membayar langsung. Tapi angka ini menunjukkan semakin menyempitnya ruang fiskal negara untuk mengambil kebijakan tanpa tergantung pada utang,” jelas Rizal.
Pemerintah Harus Fokus pada Penggunaan Utang yang Produktif
Dengan ruang fiskal yang makin terbatas dan utang yang terus bertambah, Rizal menegaskan pentingnya strategi pembiayaan yang hati-hati dan akuntabel.
Utang negara harus digunakan untuk pembangunan infrastruktur yang berdampak langsung, transformasi ekonomi digital, dan penguatan sektor pendidikan serta kesehatan.
“Kalau kita tidak disiplin, maka yang kita wariskan ke anak cucu bukan kemajuan, tapi beban fiskal yang berat,” tegasnya.
Sumber: