Utang Pemerintah Tembus Rp 9.000 Triliun per April 2025, Ini Kata Ekonom soal Risiko dan Dampaknya

Utang Negara/ilustrasi--
DISWAYKALTENG.ID - Utang pemerintah Indonesia kembali jadi sorotan. Per akhir April 2025, posisi utang negara diperkirakan telah menembus Rp 9.105,09 triliun.
Meskipun Kementerian Keuangan belum secara resmi merilis laporan APBN Kita untuk periode Januari–Mei 2025, perhitungan dari media ekonomi Kontan menunjukkan bahwa posisi utang negara naik cukup tajam dibandingkan akhir 2024.
Sebagai informasi, posisi utang pemerintah per Desember 2024 adalah Rp 8.801,09 triliun. Dalam kurun waktu empat bulan pertama 2025, pemerintah sudah merealisasikan penarikan utang baru sebesar Rp 304 triliun.
Jika ditotal, maka utang negara saat ini menyentuh angka psikologis Rp 9.000 triliun lebih angka tertinggi sepanjang sejarah Indonesia.
BACA JUGA:Tingkatkan Jumlah Pelanggan Jargas Rumah Tangga, PGN Gelar Pendaftaran Langsung di Bintaro
Rasio Utang terhadap PDB Hampir Sentuh 40 Persen
Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Muhammad Rizal Taufikurahman, menilai kenaikan ini perlu mendapat perhatian serius.
Menurutnya, posisi utang sebesar Rp 9.105,09 triliun membuat rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia kini mendekati angka 40 persen.
“Memang secara aturan masih aman karena batas maksimum utang adalah 60% dari PDB. Tapi yang perlu dicermati adalah tren kenaikannya yang cukup agresif. Ini bisa mengurangi fleksibilitas fiskal negara,” ujar Rizal
Rizal menambahkan, persoalan utama bukan hanya pada besaran nominal utang, tapi juga bagaimana pengelolaan utang dilakukan dan ke mana utang itu dialokasikan.
Risiko Jika Utang Tak Produktif
Menurut Rizal, utang yang terus bertambah tak akan menjadi masalah besar jika digunakan untuk proyek-proyek produktif yang berdampak langsung pada peningkatan output nasional dan kesejahteraan masyarakat.
Sebaliknya, jika utang hanya untuk menambal defisit atau membiayai program jangka pendek yang tidak memberi hasil nyata, maka Indonesia akan menghadapi risiko beban fiskal jangka panjang.
Sumber: