BI Pangkas Suku Bunga ke 5,25%, Tapi Yield SBN Masih Tinggi: Apa Artinya Bagi Pasar dan Ekonomi?

Bank Indonesia--
DISWAYKALTENG.ID - Bank Indonesia (BI) kembali menurunkan suku bunga acuannya dalam Rapat Dewan Gubernur pada 15–16 Juli 2025, sebuah langkah yang sejalan dengan arah kebijakan moneter yang lebih longgar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Namun demikian, meskipun BI rate kini berada di level 5,25%, perhatian pasar justru tertuju pada yield Surat Berharga Negara (SBN) yang masih relatif tinggi, khususnya untuk tenor jangka panjang.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas BI, Erwin Gunawan Hutapea, mengatakan bahwa yield SBN tenor 10 tahun kini mulai turun ke kisaran 6,5%, dari sebelumnya 6,8% hingga 7%.
Sementara untuk SBN bertenor pendek, seperti tenor 1 tahun, yield kini berada di kisaran 5,5% hingga 5,6%.
“Sejak Bank Indonesia menurunkan suku bunga sejak bulan Mei dan terakhir Juni kemarin, yield SBN 10 tahun itu sudah turun ke 6,5%,” ujar Erwin dalam acara Bisnis Indonesia Midyear Challenges 2025, Selasa (29/7/2025).
BACA JUGA:PPATK Blokir Rekening Bank yang Tak Dipakai 3 Bulan, Ini Alasannya dan Cara Buka Kembali!
Penurunan ini, menurut Erwin, menjadi indikator awal bahwa pelonggaran kebijakan moneter mulai tersalurkan ke sektor pasar keuangan. Artinya, transmisi kebijakan moneter ke pasar sekunder mulai bekerja meskipun masih dalam tahap awal.
BI Rate Turun, Tapi Yield SBN Lebih Lambat Merespons
Penurunan suku bunga BI dari 6% menjadi 5,25% menunjukkan niat kuat BI untuk mendorong pemulihan ekonomi di tengah inflasi yang terkendali dan nilai tukar rupiah yang relatif stabil. Suku bunga deposit facility ditetapkan pada 4,5%, sementara suku bunga lending facility berada di level 6%.
Langkah ini, menurut Gubernur BI Perry Warjiyo, diambil berdasarkan proyeksi inflasi 2025–2026 yang masih dalam kisaran target 2,5±1%.
Selain itu, stabilitas nilai tukar rupiah yang tetap sesuai dengan fundamental ekonomi Indonesia juga menjadi landasan penting dalam keputusan tersebut.
"Keputusan ini konsisten dengan makin rendahnya prakiraan inflasi tahun 2025 dan 2026 dalam sasaran 2,5±1%, terjaganya stabilitas nilai tukar Rupiah, serta perlunya untuk terus mendorong pertumbuhan ekonomi," ujar Perry secara daring, Rabu (16/7/2025).
Strategi BI Perkuat Transmisi Suku Bunga dan Stabilisasi Pasar
Penurunan suku bunga ini tidak dilakukan begitu saja. Bank Indonesia juga menjalankan strategi komprehensif untuk memastikan kebijakan tersebut tersalurkan secara efektif. Beberapa di antaranya:
-
Intervensi Stabilitas Nilai Tukar:
BI melakukan intervensi melalui transaksi spot dan Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF) di pasar domestik, serta transaksi Non-Deliverable Forward (NDF) di luar negeri. -
Pembelian SBN di Pasar Sekunder:
Untuk menjaga stabilitas pasar keuangan, BI aktif membeli Surat Berharga Negara di pasar sekunder agar likuiditas tetap terjaga. -
Operasi Moneter Pro-Market:
BI memperkuat efektivitas transmisi penurunan suku bunga lewat penyesuaian suku bunga instrumen moneter dan swap valas. -
Penguatan Dealer Utama:
BI juga memperkuat peran dealer utama untuk mendukung peningkatan transaksi SRBI dan repo antar pelaku pasar.
Dampak Bagi Pasar dan Investor
BACA JUGA:Karhutla Kalteng Masih Terkendali! Gubernur Agustiar Siapkan Langkah Ekstra Hadapi Puncak Kemarau
Penurunan yield SBN sebenarnya bisa menguntungkan bagi pemerintah dalam hal biaya utang yang lebih rendah. Namun bagi investor, khususnya yang mengandalkan fixed income dari instrumen obligasi negara, penurunan yield berarti return yang lebih kecil.
Di sisi lain, kondisi ini bisa mendorong investor untuk mengalihkan dananya ke instrumen yang lebih berisiko seperti saham, yang secara teori bisa ikut menggairahkan pasar modal Indonesia.
Namun perlu dicatat, proses transmisi kebijakan moneter ini tidak terjadi seketika. Koordinasi erat antara Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan tetap diperlukan agar arah kebijakan fiskal dan moneter berjalan selaras demi mendukung pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan.
Sumber: