Krisis Dokter di Kalteng: Kekurangan 1.900 Dokter, Pelayanan Kesehatan Terancam Lumpuh di Wilayah Pedesaan

Tenaga Kesehatan--
DISWAYKALTENG.ID - Pelayanan kesehatan di Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) saat ini tengah menghadapi tantangan serius.
Bukan karena kurangnya infrastruktur semata, tapi justru karena minimnya jumlah dokter, baik dokter umum maupun dokter spesialis, yang berdampak langsung pada kualitas layanan kesehatan di seluruh wilayah.
Kepala Dinas Kesehatan Kalteng, Suyuti Syamsul, menjelaskan bahwa kondisi ini semakin mengkhawatirkan karena rasio antara jumlah dokter dengan penduduk masih sangat jauh dari ideal.
Idealnya 2.800 Dokter, Saat Ini Baru Ada 900-an
Dengan jumlah penduduk Kalteng yang mencapai 2,8 juta jiwa, provinsi ini seharusnya memiliki sedikitnya 2.800 dokter, sesuai dengan rasio standar yaitu 1 dokter per 1.000 penduduk.
Namun, realita di lapangan menunjukkan baru ada sekitar 900 dokter yang tersebar di seluruh provinsi, baik yang bertugas di rumah sakit, puskesmas, maupun fasilitas kesehatan lainnya.
“Idealnya, dengan 2,8 juta penduduk, kita butuh 2.800 dokter. Sekarang baru tersedia sekitar 900-an,” kata Suyuti kepada wartawan, Jumat (4/7/2025).
Kondisi ini menunjukkan bahwa Kalteng kekurangan sekitar 1.900 dokter, sebuah angka yang cukup signifikan dan berpotensi menghambat pencapaian target layanan kesehatan dasar yang merata.
BACA JUGA:BNPB Prediksi Kemarau Hingga Oktober 2025, Kalteng Siaga Karhutla dengan 77 Poslap dan Ratusan Personel Gabung
Masalah Sebaran: Menumpuk di Kota, Kosong di Desa
Masalah utama bukan hanya jumlah dokter yang kurang, tetapi juga sebaran yang tidak merata. Kota Palangka Raya, ibu kota provinsi, dan Kota Pangkalan Bun di Kotawaringin Barat disebut memiliki jumlah dokter yang “lebih dari cukup”.
“Di perkotaan jumlah dokter malah berlebih, misalnya Pangkalan Bun yang punya 250 ribu penduduk harusnya butuh 250 dokter, malah lebih. Tapi semuanya menumpuk di area kota,” tambah Suyuti.
Sebaliknya, di wilayah pedesaan dan pelosok, banyak fasilitas kesehatan seperti Puskesmas yang hanya memiliki satu dokter untuk melayani ribuan warga.
Bahkan ditemukan satu Puskesmas yang harus melayani hingga 3.000 penduduk hanya dengan satu dokter. Padahal, secara teori dibutuhkan minimal tiga dokter untuk pelayanan optimal.
Tantangan: Fasilitas di Desa Tak Mendukung
Suyuti juga mengungkapkan bahwa faktor lingkungan dan fasilitas pendukung kehidupan di pedesaan menjadi tantangan tersendiri bagi penempatan dokter.
“Rata-rata dokter lahir di kota, anak orang kaya, lalu tiba-tiba disuruh bekerja di desa yang toilet pun tidak ada. Ini tantangan serius. Bukan hanya soal penugasan, tapi juga fasilitas pendukungnya,” jelasnya.
Kondisi ini menyebabkan banyak dokter enggan ditempatkan di desa-desa yang belum memiliki akses memadai terhadap air bersih, listrik stabil, hingga tempat tinggal yang layak.
Puskesmas dan Rumah Sakit Daerah Jadi Tanggung Jawab Kabupaten/Kota
Salah satu kendala terbesar yang dihadapi Pemprov Kalteng dalam mengatasi masalah kekurangan dokter adalah terbatasnya kewenangan administratif.
“Di sektor kesehatan, kami hanya punya kewenangan untuk rumah sakit milik provinsi. Tapi untuk rumah sakit daerah dan Puskesmas, itu wewenangnya pemerintah kabupaten/kota,” terang Suyuti.
Hal ini menyebabkan Pemprov tidak bisa mengintervensi secara langsung dalam pemberian insentif, tunjangan khusus, atau pengaturan sebaran tenaga medis.
Tidak Hanya Dokter, Bidan dan Perawat Juga Menumpuk di Kota
Tak hanya dokter, profesi lain seperti bidan dan perawat juga mengalami permasalahan yang sama. Kota Palangka Raya mengalami kelebihan tenaga perawat dan bidan, bahkan beberapa di antaranya harus dipindahkan ke bidang administrasi karena tidak tertampung di fasilitas medis.
Sementara di desa-desa, pelayanan dasar seperti persalinan atau pertolongan pertama sering kali tidak memiliki SDM yang memadai.
BACA JUGA:Pemerintah Pusat Masih Nunggak Utang Rp625 Miliar ke Pemprov Kalteng, Ini Rinciannya
Solusi Harus Komprehensif: Beasiswa, Fasilitas, dan Koordinasi Pusat-Daerah
Beberapa usulan untuk mengatasi krisis ini antara lain:
-
Pemberian beasiswa kedokteran dengan kontrak kerja di daerah pelosok
-
Peningkatan fasilitas hidup dan kerja bagi tenaga kesehatan di desa
-
Koordinasi lintas pemerintahan, baik provinsi, kabupaten/kota, dan pusat
-
Insentif khusus bagi dokter yang bersedia ditempatkan di daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar)
Belajar dari daerah lain seperti Kabupaten Sumbawa yang sudah memberikan beasiswa kepada calon dokter, Kalteng bisa mulai mempertimbangkan kebijakan serupa untuk menambah stok dokter dalam beberapa tahun ke depan.
Sumber: