IOC Jatuhkan Sanksi Berat ke Indonesia Usai Larang Atlet Israel Tampil di Kejuaraan Dunia Senam 2025 Jakarta
IOC-ilustrasi-
DISWAYKALTENG.ID - Komite Olimpiade Internasional (International Olympic Committee/IOC) resmi menjatuhkan sanksi berat terhadap Indonesia usai pemerintah menolak memberikan visa kepada atlet Israel yang hendak berlaga di ajang FIG Artistic Gymnastics World Championships 2025 atau Kejuaraan Dunia Senam Artistik 2025 di Jakarta.
Ajang tersebut digelar di Indonesia Arena, Gelora Bung Karno (GBK), pada 19–25 Oktober 2025, dan menjadi momen bersejarah karena untuk pertama kalinya Indonesia menjadi tuan rumah kompetisi senam dunia yang diadakan Federasi Gimnastik Internasional (FIG) di kawasan Asia Tenggara.
Namun, euforia penyelenggaraan itu tercoreng oleh absennya atlet Israel, termasuk Artem Dolgopyat, juara dunia sekaligus peraih medali emas Olimpiade Tokyo 2020.
Pemerintah Indonesia menolak permohonan visa kontingen Israel dengan alasan tidak memiliki hubungan diplomatik dengan negara tersebut.
BACA JUGA:Barito Timur Bentuk Tim Teknis Pemulihan Pascabencana, Bupati: Bangun Lebih Baik
Israel Gugat ke Pengadilan Olahraga, tapi Ditolak
Menanggapi penolakan tersebut, Federasi Gimnastik Israel (IGF) segera mengajukan banding ke Court of Arbitration for Sport (CAS) atau Pengadilan Arbitrase Olahraga.
Namun, pada 14 Oktober 2025, CAS menolak permohonan banding tersebut, sehingga kontingen Israel dipastikan tidak bisa tampil di Jakarta.
IGF kemudian mengeluarkan pernyataan keras yang menyebut langkah Indonesia memalukan dan merusak integritas olahraga internasional.
“Tindakan ini tidak hanya merugikan atlet kami, tetapi juga mengancam semangat netralitas yang dijunjung tinggi oleh komunitas olahraga global,” demikian pernyataan resmi IGF yang dikutip dari media internasional.
Indonesia Tetap Teguh pada Prinsip Politik Luar Negeri
Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Erick Thohir memberikan klarifikasi terkait keputusan pemerintah tersebut.
Menurutnya, Indonesia hanya menjalankan posisi politik luar negeri yang telah menjadi pendirian resmi negara sejak lama.
“Indonesia sebagai negara punya aturan sendiri dan tetap berpegang teguh dengan prinsip yang kami pegang terkait hal ini. Tentu kami juga akan menghadapi gugatan ini secara terhormat,” tegas Erick melalui akun Instagram pribadinya pada 13 Oktober lalu.
Erick menambahkan, keputusan itu bukan bentuk diskriminasi terhadap individu atau atlet, melainkan bagian dari sikap politik berdaulat yang sudah lama dianut Indonesia dalam dukungan terhadap kemerdekaan Palestina dan penolakan terhadap hubungan diplomatik dengan Israel.
IOC Jatuhkan Sanksi Berat: Putus Dialog dengan Komite Olimpiade Indonesia
Langkah Indonesia itu ternyata berujung fatal. Dalam pertemuan Dewan Eksekutifnya pekan ini, IOC memutuskan menjatuhkan sanksi berat terhadap Indonesia.
Dalam pernyataan resminya yang dikutip BBC.com, IOC menyebut:
“IOC mengakhiri segala bentuk dialog dengan Komite Olimpiade Indonesia mengenai penyelenggaraan Olimpiade, Olimpiade Remaja, ajang Olimpiade, atau konferensi di masa mendatang.”
Artinya, Indonesia tidak akan dapat menjadi tuan rumah atau terlibat dalam proses penyelenggaraan event Olimpiade apa pun sampai pemberitahuan lebih lanjut.
IOC menegaskan, larangan tersebut akan tetap berlaku hingga Indonesia memberikan jaminan resmi bahwa semua peserta dari negara mana pun akan mendapatkan akses tanpa diskriminasi, termasuk Israel.
Selain itu, IOC juga akan merekomendasikan kepada seluruh federasi internasional agar tidak menyelenggarakan ajang olahraga internasional di Indonesia selama sanksi masih berlaku.
Reaksi Dunia: Kasus Ini Dinilai Bisa Jadi Preseden Berbahaya
BACA JUGA:Pemuda Kobar Siap Kibarkan Semangat Sumpah Pemuda ke-97 di Sukamara
Keputusan Indonesia menolak kehadiran atlet Israel menuai kritik dari berbagai pihak.
Beberapa analis olahraga internasional menilai tindakan tersebut berpotensi menjadi preseden berbahaya yang dapat mengganggu semangat universal olahraga.
Israel pun menuduh FIG dan IOC terlalu lemah dalam menanggapi diskriminasi berbasis politik, sementara Indonesia dinilai menempatkan kepentingan diplomatik di atas semangat sportivitas.
“Kami menyesalkan sikap FIG yang gagal menjamin keikutsertaan kami. IOC harus menunjukkan bahwa prinsip inklusivitas olahraga tidak bisa ditawar,” kata juru bicara IGF kepada media lokal Israel.
Indonesia Diperintahkan Hadiri Pertemuan di Lausanne, Swiss
Dalam pernyataannya, IOC juga meminta Komite Olimpiade Indonesia (KOI) bersama Federasi Gimnastik Internasional (FIG) untuk hadir di kantor pusat IOC di Lausanne, Swiss, guna membahas situasi dan mencari solusi diplomatik atas krisis ini.
Dewan Eksekutif IOC mengingatkan seluruh negara anggota bahwa akses bebas tanpa batasan kewarganegaraan merupakan prinsip mendasar dalam setiap kompetisi olahraga internasional.
“Tidak boleh ada pembatasan atau diskriminasi terhadap siapa pun yang berhak berpartisipasi dalam ajang olahraga di bawah bendera Olimpiade,” tegas IOC.
Siapa Artem Dolgopyat, Atlet yang Jadi Simbol Kasus Ini?
Salah satu korban terbesar dari keputusan ini adalah Artem Dolgopyat, atlet Israel berusia 28 tahun yang dikenal sebagai salah satu pesenam terbaik dunia.
Ia adalah juara dunia nomor lantai, peraih medali emas Olimpiade Tokyo 2020, perak Olimpiade Paris 2024, serta dua kali juara Eropa.
Dolgopyat seharusnya menjadi salah satu bintang utama di Kejuaraan Dunia Senam 2025 Jakarta, tetapi gagal tampil akibat kebijakan politik kedua negara.
Banyak pihak di komunitas senam internasional menilai absennya Dolgopyat mengurangi gengsi kejuaraan dan berpotensi mengganggu kredibilitas FIG sebagai penyelenggara.
Dampak Sanksi IOC terhadap Indonesia
Sanksi dari IOC bisa berdampak panjang bagi dunia olahraga Indonesia.
Selain menghambat peluang Indonesia menjadi tuan rumah event internasional, sanksi ini juga dapat mengganggu reputasi diplomatik dan hubungan dengan federasi olahraga dunia.
Jika tidak segera ada penyelesaian, Indonesia bisa kehilangan kesempatan untuk:
-
Menjadi kandidat tuan rumah Olimpiade Remaja atau Olimpiade 2036.
-
Menyelenggarakan turnamen internasional multi cabang seperti Asian Indoor Games atau Youth Championships.
-
Menarik sponsor global dan dukungan logistik internasional.
Namun, beberapa pihak di dalam negeri justru mendukung keputusan pemerintah, dengan alasan bahwa politik luar negeri Indonesia tak boleh dikorbankan demi tekanan internasional.
Sumber: