FIFA Picu Kontroversi Soal Harga Tiket Piala Dunia 2026 dengan Sistem Dinamis

FIFA Picu Kontroversi Soal Harga Tiket Piala Dunia 2026 dengan Sistem Dinamis

FIFA-ilustrasi-

DISWAYKALTENG.ID - FIFA kembali memantik kontroversi. Bukan soal format turnamen ataupun jumlah peserta, melainkan kebijakan baru terkait penjualan tiket Piala Dunia 2026.

Kali ini, badan sepak bola dunia tersebut memperkenalkan sistem harga tiket dinamis, di mana harga tiket dapat berubah-ubah mengikuti permintaan pasar.

Dalam pengumuman resminya, FIFA menyebutkan bahwa tiket fase grup dijual mulai USD 60 (sekitar Rp986 ribu). Sementara itu, kursi terbaik di laga final dibanderol dengan harga mencapai USD 6.730 (sekitar Rp110 juta).

Namun, dengan adanya sistem harga dinamis, angka tersebut tidak bersifat tetap. Harga bisa naik drastis ketika permintaan meningkat menjelang pertandingan besar.

BACA JUGA:Patrick Kluivert Ubah Wajah Timnas Indonesia, Ungkap Alasan Gunakan Formasi Baru Kontra Taiwan

Kondisi ini semakin rumit karena penjualan tiket sudah dimulai lewat sistem undian, padahal pengundian grup baru akan dilakukan pada Desember 2025.

Artinya, calon penonton membeli tiket tanpa tahu tim apa yang akan mereka saksikan. Hal ini tentu berpotensi membuat harga meroket saat sudah jelas siapa lawan yang akan bertanding.

FIFA Membela Diri

Pihak penyelenggara membela keputusan tersebut. Heimo Schirgi, Chief Operating Officer Piala Dunia 2026, menyebut bahwa kebijakan ini adalah strategi yang sejalan dengan pasar Amerika Utara.

“Pesannya jelas: beli tiket lebih awal... karena apa saja bisa terjadi,” ujar Schirgi.

Presiden FIFA, Gianni Infantino, menambahkan bahwa sistem ini diharapkan mampu mengisi stadion dan memberi kesempatan lebih banyak orang untuk hadir.

“Harga bisa naik atau turun… yang penting stadion penuh,” ungkap Infantino.

Kritik dari Media dan Fans

Meski begitu, kebijakan FIFA ini menuai banyak kritik. Media besar seperti Reuters, ESPN, dan The Guardian menilai bahwa langkah ini seperti pengkhianatan terhadap kesepakatan tidak tertulis antara fans dan penyelenggara.

Fans rela membayar, tetapi bukan untuk diperas dengan harga selangit. FIFA kini dinilai lebih mirip perusahaan bisnis yang mengejar laba ketimbang pelindung olahraga yang seharusnya mengedepankan inklusivitas.

BACA JUGA:Laga Indonesia vs Lebanon: Pelatih Radoluvic Respek, Sebut Garuda Lawan yang Sangat Kuat

Di Amerika sendiri, sistem harga dinamis juga dipandang tidak adil. Sebuah survei dari YouGov menunjukkan bahwa mayoritas fans menolak sistem ini dengan rasio 2:1, salah satu margin terbesar dalam opini publik.

Bukan Kasus Pertama Harga Dinamis Picu Polemik

Sistem harga dinamis sebelumnya juga menuai masalah di dunia hiburan. Grup musik Oasis pernah membatalkan tur mereka di Amerika Serikat setelah menuai kritik keras dari fans Inggris. Bahkan, Taylor Swift menolak sistem harga dinamis meski berpotensi kehilangan pendapatan, karena ia tidak ingin merugikan penggemarnya.

Piala Dunia Semakin Komersial?

Secara hukum, FIFA memang tidak melanggar aturan apa pun. Sistem harga dinamis legal di kawasan Amerika Utara.

Namun, banyak pihak menilai keputusan ini semakin menegaskan bahwa Piala Dunia kini lebih menonjolkan sisi komersial dibanding perayaan global untuk semua kalangan.

Turnamen sepak bola terbesar sejagat itu dikhawatirkan hanya akan diakses oleh kalangan tertentu yang mampu membayar tiket mahal, bukan lagi pesta rakyat dunia yang merangkul semua lapisan masyarakat.

Sumber: