Duh! Utang Pinjaman Online Masyarakat Indonesia Tembus Rp 83,52 Triliun per Juni 2025

Duh! Utang Pinjaman Online Masyarakat Indonesia Tembus Rp 83,52 Triliun per Juni 2025

Pinjol--

DISWAYKALTENG.ID - Utang masyarakat Indonesia di layanan pinjaman online (pinjol) kian mengkhawatirkan. Data terbaru dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa total outstanding pinjol per Juni 2025 telah mencapai Rp 83,52 triliun, melonjak 25,06 persen secara tahunan (year on year) dibandingkan periode yang sama di tahun 2024.

Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Modal Ventura, dan Lembaga Keuangan Lainnya OJK, Agusman, dalam konferensi pers pada Senin (4/8/2025), menjelaskan bahwa lonjakan ini menjadi bukti bahwa akses pinjaman digital semakin diminati oleh masyarakat, terutama di tengah kondisi ekonomi yang masih penuh tantangan.

“Outstanding pembiayaan pinjaman daring pada Juni 2025 tumbuh 25,06 persen year on year dengan nominal sebesar Rp 83,52 triliun,” tegas Agusman.

Risiko Kredit Masih Terkendali, Tapi Tetap Waspada

BACA JUGA:BPS Kalteng: Jumlah Kemiskinan Turun Jadi 5,19 Persen di Maret 2025, Tapi Perkotaan Alami Kenaikan

Walau utang pinjol masyarakat Indonesia terus membengkak, OJK menyebutkan bahwa tingkat risiko kredit secara agregat, atau dikenal dengan istilah Tingkat Wanprestasi (TWP90), masih berada di level yang terkendali, yakni 2,85 persen.

Namun, angka ini tetap memerlukan perhatian, mengingat semakin tingginya angka outstanding pinjaman dapat memicu risiko kredit macet yang lebih besar di masa depan.

Skema Buy Now Pay Later (BNPL) Juga Melejit

Tak hanya pinjaman online konvensional, skema Buy Now Pay Later (BNPL) juga mencatatkan lonjakan signifikan. Pembiayaan BNPL oleh perusahaan pembiayaan naik hingga 56,26 persen secara tahunan menjadi Rp 8,56 triliun.

Sayangnya, peningkatan tersebut juga dibarengi dengan kenaikan tingkat non-performing financing (NPF) atau pembiayaan bermasalah, yang kini berada di angka 3,25 persen.

Hal ini menunjukkan bahwa meskipun BNPL semakin digandrungi masyarakat sebagai alternatif belanja digital yang mudah, risiko gagal bayar tetap menjadi ancaman serius.

OJK Perketat Pengawasan, Sanksi Dijatuhkan ke Puluhan Pelaku Industri

Melihat pertumbuhan industri pinjol dan BNPL yang begitu pesat, OJK tidak tinggal diam. Sepanjang bulan Juli 2025, OJK telah menjatuhkan sanksi administratif terhadap 19 perusahaan pembiayaan, 3 perusahaan modal ventura, dan 30 penyelenggara pinjol yang terbukti melanggar berbagai ketentuan.

Sanksi tersebut diberikan sebagai bentuk penegakan aturan agar industri keuangan digital tidak keluar jalur dan tetap memberikan perlindungan bagi konsumen.

Masalah Modal Minimum, Banyak Pinjol Terancam Dicabut Izin Usahanya

BACA JUGA:Bareskrim Polri Usut Tambang Ilegal Zirkon di Kalteng, Direktur PT KRLM Jadi Terlapor

Agusman juga menyoroti masih banyaknya penyelenggara pinjol yang belum memenuhi ketentuan ekuitas minimum sebesar Rp 12,5 miliar. Dari total 96 penyelenggara pinjol yang terdaftar, terdapat 11 perusahaan yang belum memenuhi persyaratan tersebut.

“Dari jumlah itu, 5 penyelenggara sedang dalam proses peningkatan modal,” kata Agusman.

Kondisi serupa juga terjadi di sektor perusahaan pembiayaan. Dari 145 perusahaan yang beroperasi, 4 perusahaan belum memenuhi ketentuan ekuitas minimum sebesar Rp 100 miliar.

OJK menegaskan bahwa pemenuhan modal minimum ini wajib dilakukan, baik melalui suntikan dana dari pemegang saham maupun menggandeng investor strategis, baik lokal maupun asing.

Jika tidak menunjukkan progres yang jelas, OJK membuka opsi pencabutan izin usaha bagi perusahaan yang tidak memenuhi kewajiban modal tersebut.

“OJK akan terus melakukan langkah-langkah yang diperlukan agar kewajiban ekuitas minimum bisa dipenuhi, termasuk kemungkinan pengembalian izin usaha bagi yang tidak menunjukkan progres,” tegas Agusman.

Catatan Penting: Masyarakat Harus Lebih Bijak Berhutang

Dengan terus meningkatnya outstanding pinjol dan BNPL, OJK juga mengimbau masyarakat untuk lebih bijak dalam mengelola utang digital.

OJK mengingatkan bahwa kemudahan akses pinjaman bukan berarti masyarakat bisa berhutang tanpa perhitungan kemampuan bayar.

Masyarakat diharapkan melakukan pinjaman sesuai kebutuhan yang produktif, bukan sekadar konsumtif, agar tidak terjerat dalam lingkaran utang yang sulit keluar.

Sumber: