Pemprov Kalteng Gencarkan Revitalisasi Bahasa Daerah, Jaga Identitas Budaya dari Kepunahan

Pemprov Kalteng Gencarkan Revitalisasi Bahasa Daerah, Jaga Identitas Budaya dari Kepunahan

Bahasa Daerah/ilustrasi-ilustrasi-

DISWAYKALTENG.ID - Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah (Pemprov Kalteng) kembali menegaskan komitmennya dalam menjaga kekayaan budaya, khususnya bahasa daerah, yang kini semakin terdesak oleh arus globalisasi.

Melalui program revitalisasi bahasa daerah, Pemprov Kalteng berupaya menyelamatkan warisan leluhur yang menjadi bagian penting dari identitas masyarakat lokal.

Hal itu disampaikan oleh Pelaksana Harian (Plh) Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat (Pemkesra) Setda Kalteng, Maskur, saat membuka Rapat Koordinasi (Rakor) Pelaksanaan Tahapan Revitalisasi Bahasa Daerah di Aula Balai Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP) Provinsi Kalteng, Senin (5/5/2025).

BACA JUGA:Gubernur Kalteng Geram, Ormas Segel Pabrik PT BAP di Barsel: Ini Negara Hukum, Bukan Negara Ormas!

Membacakan sambutan Plt Sekretaris Daerah, Maskur menekankan pentingnya pelestarian bahasa daerah yang merupakan bagian dari jati diri masyarakat.

“Bahasa daerah adalah warisan budaya yang mencerminkan sejarah, nilai-nilai, dan identitas kita. Revitalisasinya penting agar tidak hilang tergerus zaman,” tegasnya.

Kalimantan Tengah sendiri memiliki lebih dari 30 bahasa dan ratusan dialek serta subdialek yang tersebar di 13 kabupaten dan satu kota, dituturkan oleh lebih dari 2,7 juta jiwa.

Sayangnya, tidak sedikit bahasa lokal tersebut yang kini terancam punah karena minimnya penutur, khususnya di kalangan generasi muda.

Tahun 2025, Pemprov Kalteng menambahkan dua bahasa ke dalam daftar prioritas revitalisasi, yaitu Bahasa Melayu Dialek Sukamara dan Bahasa Tawoyan. Penambahan ini melengkapi daftar bahasa lain yang telah lebih dulu direvitalisasi, seperti Dayak Ngaju, Dayak Maanyan, Ot Danum, dan lainnya.

“Langkah ini bertujuan memperluas cakupan revitalisasi dan memperkuat keberagaman bahasa daerah kita,” jelas Maskur.

Revitalisasi dilakukan bukan hanya sekadar dokumentasi, tetapi juga untuk menempatkan kembali bahasa daerah di ranah penggunaan sehari-hari, terutama di kalangan generasi muda. Edukasi melalui program sekolah, pelatihan guru, hingga kegiatan komunitas menjadi bagian penting dari strategi pelestarian.

Maskur menegaskan bahwa pelestarian bahasa dan sastra daerah bukan hanya tanggung jawab pusat, melainkan juga kewajiban pemerintah daerah.

Oleh karena itu, forum rakor diharapkan mampu merumuskan strategi konkret, mulai dari penyusunan regulasi hingga pemberdayaan masyarakat.

“Kita semua punya tanggung jawab menjaga bahasa ibu masing-masing. Bahasa yang hilang berarti hilangnya satu bagian sejarah kita,” tambahnya.

Kolaborasi dengan Balai Bahasa dan Kementerian

BACA JUGA:Fakta-Fakta Penyegelan PT BAP oleh Grib Jaya Kalteng yang Viral di Medsos

Kepala Balai Bahasa Provinsi Kalteng, Sukardi Gau, turut hadir dan memberikan pandangan soal pentingnya keberlanjutan program ini. Menurutnya, ragam bahasa Dayak yang dimiliki Kalteng merupakan harta karun budaya yang tak ternilai.

“Mereka (leluhur) meninggalkan bahasa-bahasa ini sebagai bagian dari peradaban. Tugas kita adalah merawat dan melanjutkannya,” ujarnya.

Rakor juga dihadiri narasumber dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), termasuk Adi Budiwiyanto dari Bidang Fasilitasi dan Advokasi Bahasa dan Sastra serta Kepala Pusat Pengembangan dan Perlindungan Bahasa dan Sastra, Dora Amalia, yang hadir secara virtual.

Program revitalisasi bukan sekadar kegiatan administratif, tapi gerakan kebudayaan. Kegiatan ini menyasar berbagai lapisan masyarakat dan mengajak penutur asli, khususnya generasi muda, untuk bangga menggunakan bahasa daerah dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan pelibatan sekolah, komunitas budaya, hingga media sosial, diharapkan bahasa daerah di Kalimantan Tengah bisa terus hidup dan berkembang.

Tantangan terbesar dalam pelestarian bahasa daerah adalah kurangnya minat generasi muda menggunakan bahasa lokal, serta minimnya media yang mendukung eksistensi bahasa tersebut.

Karena itu, sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan dunia pendidikan sangat dibutuhkan.

 

“Kita tidak boleh membiarkan bahasa kita mati. Kalau bukan kita yang menjaga, siapa lagi?” tutup Maskur penuh semangat.

Sumber: