Badan Otorita Pantura dan Ambisi Giant Sea Wall: Antara Perlindungan Pesisir dan Peluang Baru

Ilustrasi Giant Sea Wall dan dikelola Badan Otorita Pantura.-ist-
Pembentukan Badan Otorita Pengelola Pantura Jawa oleh Presiden Prabowo Subianto pada 25 Agustus 2025 menjadi langkah besar dalam sejarah pembangunan infrastruktur Indonesia.
Lembaga ini dipercaya untuk mengawal proyek Giant Sea Wall, mega proyek bernilai sekitar Rp1,28 kuadriliun yang digadang mampu menjadi penopang utama perlindungan pesisir utara Jawa dari ancaman rob, banjir, dan penurunan muka tanah.
Proyek ini bukanlah wacana baru. Sejak dekade 1990-an, gagasan membangun tanggul raksasa di pesisir Jakarta sudah muncul melalui konsep NCICD (National Capital Integrated Coastal Development).
BACA JUGA:UMPR Gelar Seminar Nasional, Kominfo Kalteng Ingatkan Bahaya Hoaks di Era Digital
Namun, baru di era Prabowo, gagasan tersebut dikonsolidasikan menjadi agenda strategis nasional dengan cakupan jauh lebih luas: bentangan ±500 kilometer dari Banten hingga Gresik, dengan masa pengerjaan 15–20 tahun.
Perlindungan dan Peluang
Selain melindungi jutaan warga pesisir dari bencana ekologis, proyek Giant Sea Wall juga membawa dimensi lain: penciptaan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru. Kawasan reklamasi, budidaya perikanan modern, hingga potensi wisata bahari diproyeksikan lahir seiring pembangunan.
Tidak hanya infrastruktur keras, tetapi juga peluang investasi, penciptaan lapangan kerja, serta penguatan ekonomi biru (blue economy) Indonesia.
BACA JUGA:BMKG Ingatkan Waspada Cuaca Ekstrem 4–6 September 2025
Peran Kunci Badan Otorita
Badan Otorita Pantura didirikan sebagai “dirigen” yang akan menyatukan langkah kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah dalam proyek raksasa ini.
Dengan mandat kuat, badan ini diharapkan bisa mengurai benang kusut koordinasi lintas instansi dan menghadirkan skema pembiayaan yang inovatif, termasuk Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), serta keterlibatan investor global.
Suara Publik yang Diharapkan
Meski ambisius, proyek ini tetap menuntut pendekatan inklusif. Kementerian Kelautan dan Perikanan, misalnya, diharapkan mampu memastikan pembangunan Giant Sea Wall berjalan seiring dengan perlindungan ekosistem pesisir.
Sumber: