Ribu Hektare Lahan Rusak, DLH Kalteng Siap Tindak Tambang Ilegal di Sepang: Tapi Kami Butuh Dukungan!

Ribu Hektare Lahan Rusak, DLH Kalteng Siap Tindak Tambang Ilegal di Sepang: Tapi Kami Butuh Dukungan!

Tambang Ilegal Kalteng-ilustrasi-

DISWAYKALTENG.ID - Isu tambang ilegal kembali mencuat di Kalimantan Tengah.

Kali ini, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Kalimantan Tengah mengaku telah menerima surat dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk melakukan pengawasan terhadap kerusakan lahan seluas 41 ribu hektare di Kecamatan Sepang, Kabupaten Katingan.

Kepala DLH Kalteng, Joni Harta, mengonfirmasi bahwa kerusakan lahan tersebut diduga kuat akibat aktivitas pertambangan tanpa izin (PETI) yang sudah berlangsung cukup lama.

"Ada surat dari Dirjen untuk kita melakukan pengawasan maupun penertiban. Tentunya hal itu tidak semudah membalikkan telapak tangan," ujar Joni pada Kamis, 17 April 2025.

Pengawasan Tak Bisa Asal Jalan, Butuh Anggaran dan Perencanaan Matang

BACA JUGA:Tegas! Gubernur Kalteng Terbitkan Surat Edaran Disiplin ASN, Absen Bisa Kena Sanksi Berat!

Menurut Joni, pengawasan terhadap tambang ilegal memang bukan pekerjaan mudah. Apalagi dalam kasus ini, praktik pertambangan tidak resmi tersebut melibatkan banyak masyarakat sekitar.

"Kami tidak bisa serta merta hanya memberikan surat dan langsung melakukan operasi. Ini butuh dana besar, pasukan, serta sarana dan prasarana," jelasnya.

Keterbatasan anggaran juga menjadi hambatan utama DLH dalam menindaklanjuti instruksi dari Kementerian. Oleh karena itu, perlu perencanaan matang dan koordinasi lintas sektor sebelum langkah konkret bisa dilakukan.

Tambang Ilegal Sudah Lama Terjadi, Siapa Dalangnya?

Menanggapi kabar ini, Direktur Save Our Borneo (SOB), Muhammad Habibi, menyebut bahwa praktik tambang ilegal di Sepang bukan hal baru.

"Kami pikir praktik itu juga sudah diketahui oleh banyak pihak termasuk aparat penegak hukum," ujar Habibi, Jumat (18/4/2025).

Habibi mengapresiasi langkah pengawasan dan penyelidikan yang akan dilakukan DLH Kalteng.

Namun, ia menekankan bahwa penegakan hukum harus menyasar pemodal besar, bukan hanya masyarakat kecil yang menjadi pekerja tambang.

"Dalam konteks penegakan hukum ini, para pemodal itu lah yang juga perlu menjadi target," tegasnya.

Selain itu, ia mengingatkan bahwa solusi jangka panjang juga harus dipikirkan. Terutama, pemberian alternatif mata pencaharian yang layak bagi masyarakat yang selama ini bergantung pada aktivitas tambang ilegal.

Pemulihan Lingkungan Tak Bisa Instan

BACA JUGA:Kalteng Siap Sambut HUT ke-68: Persiapan Dimatangkan, Ekonomi dan Budaya Jadi Sorotan

Tak hanya soal hukum dan ekonomi, kerusakan lingkungan akibat tambang ilegal juga menjadi sorotan. Praktik PETI disebut telah meninggalkan kerusakan ekologis yang besar.

"Pemulihan lingkungan adalah langkah yang memang harus dilakukan. Tapi perlu kajian memadai, karena kerusakannya sudah terakumulasi," kata Habibi.

Sementara itu, pemerhati lingkungan Kalimantan Tengah, Krismes Santo, mengingatkan bahwa tambang ilegal meninggalkan bekas luka mendalam bagi alam.

"Lubang tambang membuat tanah terbuka, tanaman tak bisa tumbuh, fungsi penahan air hilang. Ini sebabkan erosi, sedimentasi, bahkan banjir," jelasnya.

Krismes menyayangkan lemahnya pengawasan selama ini. Menurutnya, rehabilitasi seharusnya dilakukan sejak awal sebelum kerusakan makin meluas dan biaya pemulihan jadi sangat besar.

"Tanah yang sudah rusak itu akan susah ditumbuhi kembali. Edukasi ke masyarakat juga penting, jangan cuma fokus ke penindakan," tambahnya.

Apa Solusinya?

Permasalahan tambang ilegal di Kalimantan Tengah bukan sekadar soal penindakan. Ini menyangkut ekonomi, sosial, dan lingkungan sekaligus. Solusi yang ditawarkan berbagai pihak meliputi:

  • Pengawasan aktif dan menyeluruh terhadap wilayah rawan tambang ilegal

  • Penindakan hukum yang adil, termasuk kepada aktor besar di balik praktik ilegal

  • Penyediaan lapangan kerja alternatif untuk masyarakat terdampak

  • Program rehabilitasi lingkungan yang berkelanjutan dan berbasis kajian ilmiah

  • Edukasi masyarakat soal dampak lingkungan jangka panjang

Sumber: