DISWAYKALTENG.ID - Kalimantan Tengah (Kalteng) boleh berbangga karena berhasil menempati peringkat ketiga tertinggi se-Indonesia dalam Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) 2024. Berdasarkan data dari Dewan Pers, Kalteng meraih skor 79,58, yang masuk dalam kategori “cukup bebas.”
Namun di balik torehan angka tersebut, para pegiat media dan jurnalis mengingatkan agar jangan cepat puas. Karena di lapangan, fakta-fakta soal kebebasan pers tidak semanis data di atas kertas.
Koordinator Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Persiapan Banjarmasin, Rendy Tisna, memberikan catatan penting dalam diskusi publik bertajuk Kebebasan Pers di Kalimantan Tengah dan Peran Kecerdasan Buatan, yang digelar di Palangka Raya pada Minggu malam (4/5/2025).
“Hingga triwulan pertama 2025, sudah ada 35 kasus kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia,” ungkap Rendy. Bahkan, kata dia, kasus terbaru terjadi di Semarang, saat tiga jurnalis diintimidasi saat meliput demo Hari Buruh Internasional.
Menurutnya, peringkat IKP Kalteng yang tinggi tidak sepenuhnya mencerminkan kenyataan di lapangan.
Banyak jurnalis di Kalteng, dan juga di Kalimantan secara umum, masih menghadapi intimidasi, tekanan, bahkan kekerasan, terutama ketika meliput isu-isu sensitif.
“Kebanyakan intimidasi justru datang dari aparat penegak hukum (APH). Contoh paling parah ya kasus Juwita di Kalimantan Selatan. Dia dibunuh oleh oknum berseragam. Kami terus mengawal kasus ini,” tegas Rendy.
Senada dengan Rendy, akademisi dari IAIN Palangka Raya, Hakim Syah, juga menyoroti pentingnya memperkuat fungsi pers sebagai pengawas kekuasaan atau watchdog.
“Pers adalah bagian penting dalam kehidupan bernegara. Kalau pers dikebiri, maka kontrol terhadap kekuasaan bisa lumpuh. Makanya, jurnalis jangan hanya mengejar rating atau kontrak proyek pemerintah,” ujar Hakim.
Ia menambahkan bahwa jurnalisme yang sehat bukan yang menyenangkan semua pihak, tapi yang berani kritis, edukatif, dan mengungkap makna yang dalam.
Ia menekankan pentingnya independensi media, bahkan ketika berhadapan dengan kontrak-kontrak kerja sama dengan instansi pemerintah.
“Kalau media cuma jadi corong kekuasaan, bukan watchdog, itu namanya propaganda, bukan jurnalistik,” tegasnya.
Sementara itu, dari sisi pemerintah, Kabid Pengelolaan Informasi Publik Diskominfosantik Kalteng, Erwindy, justru mengapresiasi capaian Kalteng yang berada di urutan ketiga IKP 2024.
“Kita ada di bawah Kalimantan Selatan, peringkat ketiga secara nasional. Data itu disusun berdasarkan 20 indikator penilaian dan delapan indikator utama oleh Dewan Pers,” jelas Erwindy.