Harga Batubara Melemah! Permintaan China Diprediksi Stagnan, Pasar Global Kelebihan Pasokan

Tambang Batu Bara/ilustrasi-ilustrasi-
DISWAYKALTENG.ID - Harga batubara dunia kembali tertekan di tengah kekhawatiran akan melemahnya permintaan dari China, negara konsumen batubara terbesar di dunia.
Kondisi ini menambah sentimen negatif bagi pasar komoditas energi berbasis fosil yang belakangan memang tengah menghadapi tantangan besar dari tren transisi energi bersih secara global.
Harga Batubara Terkoreksi Tipis, Tapi Tekanan Masih Menghantui
Berdasarkan data yang dilansir dari Trading Economics, harga batubara melemah 0,18% secara harian dan kini berada di level US$ 109,9 per ton pada Rabu, 23 Juli 2025.
Meski koreksinya tidak signifikan secara nominal, tekanan harga diperkirakan akan berlanjut, terutama jika permintaan dari China mengalami stagnasi.
Presiden Komisioner HFX International Berjangka, Sutopo Widodo, mengatakan bahwa tren jangka panjang menunjukkan adanya penurunan output listrik berbahan bakar fosil di China.
Hal ini terjadi seiring dengan turunnya konsumsi listrik dan meningkatnya kapasitas energi terbarukan di negara tersebut.
“Permintaan listrik di China lebih rendah dari biasanya, sementara pasokan energi dari sumber bersih seperti angin dan surya meningkat. Ini membuat permintaan batubara turun secara perlahan namun pasti,” jelas Sutopo, Selasa (22/7).
Boom Produksi dari Indonesia dan Australia Menambah Tekanan
Tak hanya soal permintaan, dari sisi suplai, pasar batubara dunia juga menghadapi tantangan besar berupa kelebihan pasokan. Negara-negara eksportir utama seperti Indonesia dan Australia diketahui terus meningkatkan volume produksinya. Lonjakan produksi ini justru memperburuk tekanan harga di tengah menurunnya minat beli.
Padahal, beberapa waktu terakhir sempat terlihat lonjakan pembelian jangka pendek, khususnya untuk kebutuhan musim panas. Namun, Sutopo mengingatkan bahwa pembelian sesaat ini tidak akan cukup menahan harga dalam jangka panjang.
“Pasar global batubara makin kelebihan pasokan. Ini ditambah dengan kebijakan transisi energi bersih di banyak negara, yang kian mempersempit ruang permintaan batubara,” imbuhnya.
Dekarbonisasi dan LNG, Musuh Utama Batubara
Salah satu musuh utama batubara di era modern ini adalah upaya dekarbonisasi yang digencarkan banyak negara besar. Menurut Sutopo, negara-negara seperti China, Jepang, dan Korea Selatan saat ini tengah serius mengalihkan pembangkit listrik mereka ke gas alam (LNG), energi angin, dan tenaga surya.
BACA JUGA:Netflix Tayangkan Tiga Film Seru di Agustus 2025: Dari My Oxford Year hingga Thursday Murder Club
Salah satu ancaman besar bagi batubara adalah peningkatan kapasitas produksi LNG secara global, yang diproyeksikan akan benar-benar terasa dampaknya mulai tahun 2027. Melimpahnya pasokan LNG akan menjadikannya alternatif yang lebih murah, efisien, dan bersih dibanding batubara.
“Dekarbonisasi secara bertahap akan menggerus permintaan batubara. Ketersediaan LNG yang lebih murah dan dalam jumlah besar akan menjadi substitusi utama bagi batubara di sektor pembangkit,” ujar Sutopo.
Harga Diprediksi Tetap Tertekan Sampai Akhir Tahun
Dengan kombinasi dari permintaan yang stagnan, suplai yang melimpah, dan transisi energi yang masif, Sutopo memproyeksikan bahwa harga batubara akan tetap berada di bawah tekanan hingga akhir tahun 2025.
“Kami perkirakan harga batubara akan bergerak di kisaran US$ 90–US$ 110 per ton hingga Desember nanti,” pungkasnya.
Sumber: