Rahasia Anak Laki-laki Mau Terbuka ke Orang Tua, Ini 3 Teknik Ngobrol Tanpa Tekanan ala Psikolog
Anak Laki-laki dengan Orang Tua-ilustrasi-
DISWAYKALTENG.ID - Mengajak anak laki-laki, apalagi yang sudah memasuki usia remaja, untuk mau terbuka dan bercerita memang bukan perkara mudah.
Banyak orang tua mengeluh bahwa anaknya cenderung diam, tertutup, bahkan terkesan menjauh ketika diajak mengobrol serius. Benar begitu, Ma, Pa?
Di masa remaja, anak laki-laki sedang berada pada fase pencarian jati diri, emosi yang naik turun, dan kebutuhan besar untuk merasa mandiri.
Dalam kondisi ini, cara orang tua membuka percakapan sangat menentukan apakah anak akan terbuka atau justru semakin menutup diri.
Menurut Steve Biddulph, psikolog anak dan keluarga ternama sekaligus penulis buku parenting populer dunia, kunci utama agar anak laki-laki mau bicara adalah menciptakan momen obrolan yang “tanpa tekanan”.
Ia menekankan bahwa banyak orang tua tanpa sadar justru melakukan kesalahan pola komunikasi yang membuat anak merasa diinterogasi.
Lantas, bagaimana teknik ngobrol yang benar agar anak merasa aman, nyaman, dan akhirnya mau membuka isi hatinya? Berikut ulasan lengkap yang telah dirangkum secara santai dan mudah dipahami.
1. Ajak Anak Ngobrol dengan Posisi Samping-Sampingan
BACA JUGA:9 Penyakit Ini Bisa Semakin Parah Akibat Merokok, Berhenti Sekarang Sebelum Terlambat!
Tanpa disadari, posisi duduk berhadapan langsung sering ditafsirkan anak laki-laki sebagai situasi serius, tegang, bahkan seperti sedang diperiksa. Dalam kondisi ini, anak bisa:
-
Merasa tertekan
-
Takut dihakimi
-
Ingin segera mengakhiri pembicaraan
Steve Biddulph menjelaskan bahwa posisi “samping-sampingan” jauh lebih efektif untuk membangun komunikasi yang cair. Misalnya:
-
Duduk bersebelahan di sofa
-
Mengobrol saat di dalam mobil
-
Duduk berdampingan di dapur
-
Nonton TV sambil ngobrol santai
Posisi ini mengurangi tekanan kontak mata yang terlalu intens, sehingga anak merasa lebih rileks. Tanpa rasa terintimidasi, cerita akan mengalir lebih natural. Anak pun lebih mudah membuka topik tentang sekolah, pertemanan, hingga masalah pribadinya.
2. Ajak Anak Ngobrol Sambil Melakukan Kegiatan
Anak laki-laki, terutama remaja, lebih mudah berbicara ketika tidak sepenuhnya menjadi pusat perhatian. Di sinilah teknik yang disebut Steve Biddulph sebagai metode “shoulder-to-shoulder” atau bahu-membahu menjadi sangat efektif.
Ajak anak berbicara sambil melakukan kegiatan ringan, seperti:
-
Mencuci mobil
-
Memperbaiki barang
-
Jalan santai sore hari
-
Membereskan kamar atau rak
-
Berolahraga bersama
Dengan fokus pada aktivitas, emosi anak menjadi lebih stabil, rasa canggung berkurang, dan percakapan terasa lebih ringan. Anak tak merasa dirinya sedang “diulik”, sehingga kata-kata bisa keluar dengan lebih jujur dan apa adanya.
Dalam momen seperti ini, orang tua sering kali justru mendapat cerita yang paling jujur tentang tekanan di sekolah, konflik dengan teman, bahkan kegelisahan soal masa depan.
BACA JUGA:7 Finalis Kalteng Tampil Gemilang di LASQI Nusantara Festival 2025, Kakanwil Kemenag Beri Dukungan
3. Jadikan Dapur sebagai Tempat Nyaman untuk Bercerita
Mungkin banyak orang tua tak menyangka, tapi menurut Steve Biddulph, dapur adalah salah satu tempat terbaik untuk membangun komunikasi mendalam dengan anak laki-laki.
Di dapur, aktivitas berjalan secara alami:
-
Mama memasak
-
Anak membantu memotong bahan
-
Mencuci sayuran
-
Mengaduk masakan
-
Atau sekadar menemani
Posisi tubuh yang samping-sampingan atau bahkan saling membelakangi, ditambah dengan gerakan tangan yang sibuk, membuat anak lebih santai dan tidak defensif. Dalam suasana seperti ini, cerita-cerita kecil sering keluar dengan sendirinya—tentang:
-
Teman sekolah
-
Guru yang bikin kesal
-
Rasa cemas
-
Atau konflik yang sedang dihadapinya
Tanpa perlu “wawancara”, orang tua justru bisa mendapat banyak informasi penting tentang kondisi emosional anak.
Mengganti “Interogasi” Menjadi “Kebersamaan yang Bicara”
Tiga teknik sederhana ini mengajarkan bahwa kunci komunikasi bukan terletak pada banyaknya pertanyaan, tapi pada suasana yang diciptakan. Anak laki-laki tidak suka ditekan, dihakimi, atau dipaksa bercerita.
Dengan mengubah pola dari:
-
Interogasi → menjadi kebersamaan
-
Tatap muka tegang → menjadi aktivitas santai
-
Tanya bertubi-tubi → menjadi obrolan yang mengalir
Orang tua bisa membuka pintu komunikasi dengan jauh lebih lembut dan efektif.
Anak Merasa Aman, Orang Tua Pun Lebih Tenang
Ketika anak merasa bahwa rumah adalah tempat yang aman untuk bercerita, ia tidak akan mencari pelarian di luar yang justru berisiko membawa pengaruh negatif. Anak pun belajar bahwa:
-
Emosinya valid
-
Masalahnya didengar
-
Orang tuanya selalu ada
Komunikasi yang sehat ini sangat penting, terutama di masa remaja yang penuh dengan gejolak emosi, tekanan sosial, dan pencarian identitas diri.
Sumber: