Namun, aksi penyegelan ini justru menyeret Ketua DPD GRIB Jaya Kalteng berinisial R ke proses hukum. Kepolisian Daerah Kalteng menetapkannya sebagai tersangka.
BACA JUGA:Hasil Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Eropa: Belanda Pesta Gol, Finlandia Taklukkan Polandia
Penasihat hukum R mempertanyakan penetapan tersebut, mengingat tindakan kliennya dianggap sebagai bentuk pendampingan terhadap warga yang mencari keadilan.
Proses Hukum dan Respons Pemerintah
Situasi ini memunculkan dilema antara penegakan hukum dan pembelaan hak masyarakat. Meski memiliki niat membantu warga, tindakan ormas yang melibatkan aksi massa dan penyegelan fasilitas perusahaan dinilai melampaui batas, terutama jika tidak melalui proses hukum formal.
Aspirasi masyarakat, khususnya dari kelompok adat Dayak, jelas menunjukkan bahwa eksistensi ormas tersebut dipandang tidak lagi memberi manfaat bagi harmoni sosial.
Mereka meminta pemerintah pusat melalui Kemenkumham untuk segera mengevaluasi dan bila perlu mencabut izin GRIB Jaya Kalteng.
DPRD Kalteng menegaskan bahwa mereka tidak dalam posisi mengambil keputusan akhir. Namun, dengan menyampaikan aspirasi ke kementerian, proses formal pembubaran ormas kini berada di tangan pihak berwenang.
Menanti Keputusan Kemenkumham
Apakah GRIB Jaya Kalteng akan benar-benar dibubarkan? Jawabannya kini bergantung pada hasil kajian Kemenkumham terhadap laporan masyarakat, dokumen legal, serta evaluasi terhadap aktivitas ormas yang bersangkutan.
Jika terbukti telah melanggar hukum dan meresahkan masyarakat, bukan tidak mungkin rekomendasi pembubaran akan dikabulkan. Apalagi jika terbukti menghambat investasi dan menimbulkan konflik di tengah masyarakat.
“Kalau Kemenkumham memutuskan untuk mencabut izin ormas GRIB Jaya, maka itu sah saja. Kami hanya menyampaikan aspirasi dari masyarakat,” tandas Arton.