Indonesia Pimpin Ekspansi Tambang Batubara di Asia Tenggara, Ancaman Stranded Asset Mengintai

Senin 04-08-2025,16:12 WIB
Reporter : Derry Sutardi
Editor : Derry Sutardi

DISWAYKALTENG.ID - Indonesia kembali menjadi sorotan global sebagai pemimpin ekspansi tambang batubara di Asia Tenggara.

Berdasarkan laporan terbaru Global Energy Monitor (GEM) bertajuk Still Digging 2025: Tracking Global Coal Mine Proposals, Indonesia mencatatkan ekspansi kapasitas tambang batubara sebesar 31 juta ton per tahun (Mtpa) dari proyek-proyek yang saat ini sedang dikembangkan.

Dari angka tersebut, sebanyak 15 Mtpa proyek sudah memasuki tahap konstruksi, sementara 16 Mtpa lainnya masih dalam perencanaan. Menariknya, sekitar 94 persen proyek ini dirancang untuk memproduksi batubara termal, yang akan menyuplai kebutuhan pembangkit listrik domestik dan pasar ekspor.

Indonesia dan Pakistan Dominasi Proposal Tambang Batubara Baru di Asia (Non-China)

Laporan GEM menyebutkan, dari total 135 Mtpa kapasitas tambang batubara yang dalam tahap perencanaan di 12 negara Asia (tidak termasuk China), Indonesia dan Pakistan menyumbang lebih dari separuhnya. Tak heran, Indonesia kini menempati posisi ke-8 dalam daftar negara dengan proposal tambahan kapasitas tambang batubara terbesar di dunia.

Tak hanya mengejar batubara termal, pemerintah Indonesia juga tengah giat mengeksplorasi cadangan batubara metalurgi (coking coal) untuk mengurangi ketergantungan impor dari Rusia, Australia, dan China.

Dorothy Mei: Ekspor Batubara Indonesia Terancam Anjlok, Risiko Stranded Asset Semakin Nyata

Namun, di balik geliat ekspansi tersebut, ancaman stranded asset membayangi sektor batubara Indonesia. Dorothy Mei, Manajer Proyek Global Coal Mine Tracker GEM, mengungkapkan bahwa volume ekspor batubara Indonesia mengalami penurunan signifikan di awal 2025.

“Ekspor batubara Indonesia anjlok ke titik terendah dalam tiga tahun. Hal ini terjadi karena China dan India, sebagai dua pasar terbesar, meningkatkan produksi batubara domestik mereka,” jelas Dorothy.

BACA JUGA:Disperindag Kalteng Bina IKM di Kapuas: Rotan, Mebel dan Kopi Jadi Mesin Ekonomi Baru Daerah

Risiko stranded asset muncul ketika tambang-tambang baru yang dibangun akhirnya tidak ekonomis untuk dioperasikan karena permintaan global yang menurun, regulasi yang makin ketat, serta pergeseran ke energi terbarukan.

Ledakan Proyek Tambang Global: Ancaman Emisi Metana Mengancam Keseimbangan Iklim

Laporan GEM mencatat saat ini terdapat 2.270 Mtpa proyek tambang batubara dalam berbagai tahap pengembangan di 30 negara. Dari jumlah itu, China masih memimpin dengan tambahan kapasitas mencapai 1.350 Mtpa.

Jika semua proposal tambang baru ini terealisasi, potensi pelepasan emisi gas rumah kaca, khususnya metana, sangatlah besar. Diperkirakan ada 15,7 juta ton metana yang akan dilepas ke atmosfer setiap tahunnya, setara dengan 1,3 miliar ton CO₂e. Jumlah ini bahkan melebihi total emisi tahunan Jepang pada 2022.

Total emisi global akibat tambang batubara baru ini bisa mencapai 6 miliar ton CO₂e per tahun, setara dengan emisi tahunan Amerika Serikat — negara penyumbang emisi terbesar kedua di dunia.

Indonesia Tanda Tangan Global Methane Pledge, Tapi Proyek Tambang Masih Jalan Terus

Ironisnya, dari 30 negara yang sedang mengembangkan proyek tambang batubara baru, 21 di antaranya adalah penandatangan Global Methane Pledge, termasuk Indonesia. Namun, hanya segelintir negara yang benar-benar menyiapkan strategi mitigasi emisi metana secara konkret.

BACA JUGA:Bareskrim Polri Usut Tambang Ilegal Zirkon di Kalteng, Direktur PT KRLM Jadi Terlapor

Peneliti Senior GEM, Tiffany Means, menegaskan bahwa langkah paling efektif untuk mencegah ledakan emisi gas rumah kaca adalah dengan menghentikan proyek tambang baru sepenuhnya.

“Kalau negara-negara ini serius dengan komitmen iklim mereka, solusinya bukanlah melanjutkan ekspansi tambang dengan janji mitigasi yang tidak jelas. Solusi yang benar-benar efektif adalah: biarkan batubara tetap di dalam tanah,” tegas Tiffany.

CERAH: Ekspansi Tambang Batubara Indonesia Bertentangan dengan Target Transisi Energi

Wicaksono Gitawan, Policy Strategist dari CERAH, juga mengkritisi langkah Indonesia yang tetap mendorong ekspansi tambang batubara di tengah gencarnya kampanye transisi energi.

“Indonesia harus segera memikirkan langkah konkret untuk meningkatkan kapasitas energi terbarukan secara masif. Fokus seharusnya bukan lagi pada ekspansi batu bara, melainkan pada upaya menghentikan ketergantungan terhadap energi fosil yang berlebihan,” ujar Wicaksono.

 

Menurutnya, upaya transisi energi yang dicanangkan dalam Perjanjian Paris tidak akan tercapai jika pemerintah terus melanjutkan proyek tambang batubara baru tanpa rencana mitigasi yang jelas.

Kategori :