DISWAYKALTENG.ID - Hampir semua orang pernah mengalami melamun. Pikiran tiba-tiba kosong, fokus buyar, dan perhatian seakan menghilang beberapa detik.
Kondisi ini biasanya muncul saat tubuh kelelahan atau kurang tidur. Namun, siapa sangka melamun ternyata bukan sekadar kebiasaan sepele.
Sebuah studi terbaru mengungkap bahwa melamun sesaat bisa menjadi cara otak “mengejar ketertinggalan” akibat kurang tidur.
Artinya, ketika tubuh tidak mendapatkan istirahat yang cukup, otak berusaha memulihkan dirinya dengan mekanisme yang mirip seperti saat tidur.
Penelitian ini dilakukan oleh tim ilmuwan dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) dan hasilnya memberikan sudut pandang baru tentang hubungan antara kurang tidur, melamun, dan fungsi otak manusia.
Dalam studi tersebut, para peneliti menggunakan teknologi perekam elektroensefalogram (EEG) dan pemindai pencitraan resonansi magnetik fungsional (fMRI) untuk mengamati aktivitas otak para peserta.
Hasilnya menunjukkan bahwa periode melamun atau hilangnya fokus yang dalam istilah ilmiah disebut sebagai kegagalan perhatian ternyata disertai dengan pergerakan cairan serebrospinal (CSF).
BACA JUGA:11 Superfood Penuh Nutrisi yang Bantu Tingkatkan Imunitas dan Energi Seharian
Cairan ini mengalir keluar dari otak selama beberapa saat, lalu kembali masuk dalam satu hingga dua detik kemudian.
Menariknya, pola aliran CSF ini sangat mirip dengan yang biasanya terjadi saat seseorang berada dalam fase tidur nyenyak. Pada kondisi normal, aliran cairan ini berfungsi membantu membersihkan otak dari produk limbah yang menumpuk sepanjang hari.
Melamun Disebut Mirip “Tidur Mikro”
Para peneliti menemukan bahwa mekanisme ini jauh lebih sering terjadi pada individu yang kurang tidur. Dalam penelitian tersebut, setiap peserta menjalani dua kali pengujian, yaitu setelah tidur nyenyak semalaman dan setelah begadang total tanpa tidur di laboratorium.
Hasilnya cukup jelas. Kinerja kognitif peserta yang tidak tidur semalaman mengalami penurunan signifikan. Mereka lebih sering kehilangan fokus, melamun, dan melakukan kesalahan saat menjalani tes.
Meski melamun juga bisa terjadi setelah tidur cukup, frekuensinya jauh lebih tinggi ketika seseorang mengalami kurang tidur. Kondisi ini membuat para peneliti menyebut melamun sebagai bentuk tidur mikro, yaitu upaya singkat otak untuk masuk ke mode pemulihan.
Otak Berusaha Bertahan Saat Kurang Tidur
Zinong Yang, ahli saraf yang memimpin penelitian ini, menjelaskan bahwa melamun bisa dipahami sebagai respons darurat otak terhadap kebutuhan tidur yang mendesak.
“Salah satu cara untuk memahami peristiwa ini adalah karena otak Anda sangat membutuhkan tidur, sehingga ia berusaha semaksimal mungkin untuk memasuki kondisi seperti tidur guna memulihkan beberapa fungsi kognitif,” ujar Zinong Yang, dikutip dari Science Alert.
Dalam kondisi ini, sistem cairan otak mencoba memulihkan fungsinya dengan mendorong otak beralih antara kondisi perhatian tinggi dan kondisi aliran cairan yang meningkat. Proses ini membantu otak bertahan, meski tidak seefektif tidur yang sebenarnya.
Kurang Tidur Tingkatkan Risiko Gangguan Otak
Penelitian ini juga menyoroti dampak serius dari kurang tidur dalam jangka panjang. Kurangnya waktu istirahat tidak hanya menurunkan konsentrasi, tetapi juga meningkatkan risiko berbagai penyakit dan gangguan pada bagian otak tertentu.
Selain memengaruhi fungsi kognitif, kurang tidur juga dapat mengubah cara seseorang memandang dan merespons dunia. Otak menjadi kurang optimal dalam memproses informasi, mengambil keputusan, dan menjaga emosi tetap stabil.
Sirkuit Otak dan Dinamika Cairan Bekerja Bersamaan
Laura Lewis, ahli saraf MIT yang terlibat dalam penelitian ini, menegaskan bahwa temuan tersebut membuka pemahaman baru tentang bagaimana otak bekerja secara terpadu.
BACA JUGA:6 Jenis Olahraga Paling Aman dan Efektif untuk Penderita Diabetes, Wajib Dicoba Secara Rutin
“Hasil ini menunjukkan kepada kita bahwa terdapat sirkuit terpadu yang mengatur apa yang kita anggap sebagai fungsi otak tingkat tinggi, seperti perhatian dan kemampuan memahami dunia, serta proses fisiologis mendasar seperti dinamika fluida otak, aliran darah, dan penyempitan pembuluh darah,” jelas Laura Lewis.
Dengan kata lain, perhatian, kesadaran, dan kesehatan otak sangat bergantung pada keseimbangan antara aktivitas saraf dan proses biologis dasar yang terjadi di dalam otak.